post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Aceh Masuki Era Kekuasaan Partai

Hasil pemilihan kepala daerah di 17 kabupaten/kota plus provinsi Aceh, diprediksi akan melahirkan satu iklim pemerintah yang ‘solid’, karena  kepala pemerintahan dipegang oleh calon yang diusung partai politik pemenang pemilu, terutama Partai Aceh yang mendominasi di sejumlah daerah. Namun, fakta itu juga akan diwarnai dengan hegemoni kekuasaan partai politik, sekaligus berakhirnya masa keemasan para calon perseorangan yang sempat mendominasi pada Pilkada 2006 lalu.

“Kondisi ini akan memberi satu nilai positif dimana akan mengurangi pertentangan antara eksekutif dan legislatif,” kata pengamat politik dari Aceh Institute, Fajran Zain, di Banda Aceh, Selasa (17/4)

Ia dimintai pendapatnya terhadap pengumuman KIP Aceh tentang hasil pilkada 2012 Aceh. Data diperoleh Serambi (,  menunjukkan, dari 11 kabupaten/kota yang sudah menuntaskan pilkada dalam satu putaran, dimenangi oleh pasangan calon yang diusung partai politik.

Satu-satunya calon perseorangan yang punya peluang besar memenangi pilkada adalah H Asib Amin/Drs H Djasmi Has MM di Pilkada Kabupaten Nagan Raya. Pasangan ini mampu meraup suara 23.394 suara (27,45%) menyaingi calon incumbent yang didukung parpol HT Zulkarnaini-HM Jamin Idham dengan suara 24.500 suara (28,75%).

Fajran Zain menilai, pucuk kekuasaan yang dikendali oleh kader partai politik, untuk gubernur maupun kabupaten/kota, dapat memberi akses yang lebih besar bagi eksekutif untuk meningkatkan kinerjanya, karena didukung penuh oleh kekuatan legislatif. Seperti halnya di DPRA, Partai Aceh menguasai 37 kursi dari 69 kursi di dewan pada pemilu legislatif 2009.

Namun Fajran mengingatkan besarnya dukungan legislatif untuk orang-orang yang sudah menjadi kepala daerah jangan sampai membuat mereka di pemerintahan menjadi eksklusif.

“Artinya jangan sampai ada hegemoni kekuasaan yang eksklusif dan hanya berpikir ke dalam. Tapi sebaliknya kendali pemerintahan yang dijalankan harus inklusif dan terbuka keluar,” ujar mahsiswa program doktor  Australian National University ini.

Menurutnya kemenangan pasangan dr Zaini Abdullah-Muzakir Manaf dalam pilkada gubernur yang diusung PA harus memberi perubahan kondisi Aceh lebih baik. Salah satu alternatif yang bisa ditempuh yakni dengan melakukan rekonsiliasi politik dengan merangkul para kandidat lainnya yang kalah untuk bersama-sama bersatu membangun Aceh. “Ini penting jangan sampai muncul kelompok loyalis untuk mempertahankan kekuasaannya,” ujarnya.

Menurut Fajran dengan kemenangan calon kepala daerah dari partai mengindikasikan bahwa partai politik di Aceh mulai membangun hegemoni kekuasaannya (establish) dalam pemerintah seperti masa jayanya era Partai Golkar silam di Indonesia.

“Tapi bukan berarti jalur independen tidak dipilih rakyat. Tapi memang untuk jalur independen setidaknya dibutuhkan variabel lain agar bisa mendapat dukungan yakni faktor ketokohan individual yang sangat menentukan,” jelasnya.

Fajran juga memberi apresiasi terhadap kemenangan Irwandi-Muhyan yang meraup suara lebih 27 persen di tengah saingan berat calon yang didukung PA. Apresiasi yang sama juga dilontarkan kepada pasangan calon bupati/wakil bupati Nagan Raya H Asib Amin-Drs H Djasmi Has MM di Nagan Raya. “Ini sebuah angka yang luar biasa bagi para calon independen bisa bersaing dengan calon dari parpol,” ungkapnya.(sar) 


 http://aceh.tribunnews.com