Perang 30 tahun yang disusul oleh
gempa bumi dan tsunami, Aceh mengalami banyak kesulitan pada masa itu
dengan kehilangan segala-galanya. Semuanya dimulai dengan MOU Helsinki
yang ditanda-tangani pada hari Senin tanggal 15 Agustus 2005 atas nama
Pemerintah Republik Indonesia Hamid Awaluddin Menteri Hukum dan HAM, dan
juga atas nama Pimpinan Gerakan Aceh Merdeka Malik Mahmud.
Setelah MoU Helsinki
ditandatangani, dengan serta merta keadaan aman dan damai terwujud di
Aceh. Berdasarkan point 1.2.1 MoU Helsinki yaitu: “Sesegera mungkin
tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini,
Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukkan
partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan
nasional”.
Atas dasar inilah masyarakat
Aceh tidak mau kehilangan masa depan mereka yang demokratis, adil dan
bermartabat di bawah payung kepastian hukum dengan perumusan ekonomi
yang memihak kepada rakyat Aceh secara khusus dan seluruh tanah air
secara umum. Para pihak bertekat untuk menciptakan kondisi sehingga
pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang
demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik
Indonesia.
Untuk menjamin
perdamaian yang hakiki dan bermartabat serta dapat membangun masa depan
Aceh dan mengukuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melalui
proses demokrasi dengan partai politik lokal berdasarkan perjanjian
Memorendum of Understanding (MoU) Helsinki.
Pimpinan Politik Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) Malik Mahmud memberikan surat mandat kepada Tgk Yahya
Mu’ad, SH atau disebut juga Muhammad Yahya Mu’ad, SH untuk terbentuknya
partai politik lokal (Partai GAM) pada tanggal 19 Februari 2007. Partai
GAM berdiri dengan akta notaris H. Nasrullah, SH akta notaris 07 pada
tanggal 07 Juni 2007 dengan pendaftaran Kanwilkum dan HAM dengan nomor :
WI.UM. 08 06-01.
Kantor sekretariat pertama Dewan
Pimpinan Aceh Partai GAM berada pada jalan Tgk. Imuem Lueng Bata No. 48
Banda Aceh. Walaupun secara undang-undang peraturan pemerintah secara
masalah bintang bulan tidak bertentangan, pemerintah pusat melihat tidak
sesuai dengan kebijakan pemerintah. Bersamaan dengan itu, maka lahirlah
Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 tentang lambang Partai yang
seharusnya ada.
Pada surat KANWILDEPKUM dan HAM
Aceh menyatakan bahwa untuk Partai GAM harus ada kepanjangan atau
akronim dan dipindahkan bulan bintang. Jika tidak diubah, maka tidak
boleh diverifikasi untuk sah sebagai badan hukum oleh Kakanwil Hukum dan
HAM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebab itulah Partai GAM berubah
dan mempunyai kepanjangan Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM), dan juga
diverifikasikan oleh Kakanwil Hukum dan HAM pada tanggal 3 sampai dengan
24 April 2008.
Kemudian atas dasar persyaratan
nasional tertulis dalam poin 1.2.1 MoU Helsinki, dengan kebijakan
Pemerintah agar tidak menggunakan nama GAM. Sebab itulah pihak Kanwilkum
dan HAM menyurati Partai Gerakan Aceh Mandiri untuk merubah lagi
namanya.
Pada tanggal 6 s/d 7 April 2008
diadakan rapat antara Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) serta CMI yang difasilitasi oleh IPI Interpeace di Jakarta.
Kemudian pada tanggal 8 April 2008, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla
dengan Meuntroe Malik Mahmud membuat kepastian hukum untuk berdirinya
Partai Aceh. Setelah itu rekrutmen calon legislatif dari Partai Aceh
terus dilakukan dalam reformasi demokrasi di Aceh.
Seterusnya Partai Aceh
mengadakan kampanye dengan mengutamakan implementasi MoU Helsinki dan
Pimpinan Partai Aceh tidak ada yang mencalonkan dirinya sebagai calon
legislatif. Dengan itu Partai Aceh berkomitmen untuk membangun Aceh
secara khusus dan membangun Indonesia secara umum serta menjaga kesatuan
dan persatuan seluruh tanah air.
Sekretaris Jenderal
Muhammad Yahya