TSUNAMI yang menggulung
Aceh, 26 Desember 2004, merenggut lebih dari 100 ribu orang, hanya di
Serambi Mekah. Juga nyaris membuat punah ‘si Mata Biru’, penduduk Aceh
keturunan Portugis. Desa-desa mereka tersapu dahsyatnya gelombang
gergasi.
Sudah lama Lamno, ibu kota Kecamatan Jaya, populer karena sebagian penduduknya tak seperti warga Aceh kebanyakan. Meski dari kampung, fisik mereka mirip orang Eropa: Mata biru kecokelatan, hidung mancung, kulit putih, rambut pirang, dan perawakan tinggi. Mereka kebanyakan adalah penduduk asli Daya.
Hingga kini, tak catatan pasti mengapa para peranakan Lamno ini sampai ada di kaki Gunung Geureute Aceh Jaya. Seperti dimuat Radio Nederland, 5 April 2012, seorang warga Desa Ujong Muloh, Wahidin, yang juga punya darah Portugis, mengatakan jumlah para warga keturunan ini sudah sangat berkurang.
Yang ada saat ini, “merupakan keturunan ke delapan karena dari
orangtua kami ada yang kelima dan enam. Di kabupaten Aceh Jaya dan
khususnya Kecamatan Jaya, dan Kecamatan Indra Jaya di Kecamatan Baru,
terdapat beberapa desa yang dihuni oleh penduduk keturunan Portugis yang
pada abad ke-14 sampai ke-16 terdampar di daerah kerajaan Daya,” cerita
Wahidin.
Konon, di zaman dulu, masyarakat Kerajaan Daya menyelamatkan orang-orang Portugis dan menikahkannya dengan penduduk sekitar. Kala itu, kapal perang Portugis terdampar di perairan Lamno.
“Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis, yaitu desa Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong, Teumareum dan Lambeso, ini hampir semua wanita dan prianya berciri khas kulit putih, rambut pirang dan hidung mancung. Tambahan lagi, para prianya memiliki bulu tebal di tangan dan dada.
Meski berwajah kaukasia, budaya mereka kental Aceh dan Islam. “Di Lamno pengaruh Islam luar biasa. Tentara Portugis yang telah kawin dengan dengan masyarakat Lamno mengikuti agama Islam,” kata Wahidin.
Itu versi pertama. Yang kedua, Portugis datang ke Aceh untuk menjajah pada tahun 1519 dan menikah dengan penduduk setempat.
Menurut catatan sejarah di pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunia tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.
Pemerintah Portugal sendiri telah menyalurkan bantuan pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan di kawasan tersebut yang masih tersisa.
Sudah lama Lamno, ibu kota Kecamatan Jaya, populer karena sebagian penduduknya tak seperti warga Aceh kebanyakan. Meski dari kampung, fisik mereka mirip orang Eropa: Mata biru kecokelatan, hidung mancung, kulit putih, rambut pirang, dan perawakan tinggi. Mereka kebanyakan adalah penduduk asli Daya.
Hingga kini, tak catatan pasti mengapa para peranakan Lamno ini sampai ada di kaki Gunung Geureute Aceh Jaya. Seperti dimuat Radio Nederland, 5 April 2012, seorang warga Desa Ujong Muloh, Wahidin, yang juga punya darah Portugis, mengatakan jumlah para warga keturunan ini sudah sangat berkurang.
Konon, di zaman dulu, masyarakat Kerajaan Daya menyelamatkan orang-orang Portugis dan menikahkannya dengan penduduk sekitar. Kala itu, kapal perang Portugis terdampar di perairan Lamno.
“Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis, yaitu desa Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong, Teumareum dan Lambeso, ini hampir semua wanita dan prianya berciri khas kulit putih, rambut pirang dan hidung mancung. Tambahan lagi, para prianya memiliki bulu tebal di tangan dan dada.
Meski berwajah kaukasia, budaya mereka kental Aceh dan Islam. “Di Lamno pengaruh Islam luar biasa. Tentara Portugis yang telah kawin dengan dengan masyarakat Lamno mengikuti agama Islam,” kata Wahidin.
Itu versi pertama. Yang kedua, Portugis datang ke Aceh untuk menjajah pada tahun 1519 dan menikah dengan penduduk setempat.
Menurut catatan sejarah di pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunia tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.
Pemerintah Portugal sendiri telah menyalurkan bantuan pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan di kawasan tersebut yang masih tersisa.
Keterangan foto: Si mata biru keturunan Portugis dari Lamno. (Lola Alfira – www.ranesi.nl)