post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

25 September, Hari Kelahiran Wali Nanggroe Hasan Tiro

25 SEPTEMBER merupakan hari kelahiran Wali Nanggroe Teungku Hasan Muhammad di Tiro atau akrab dipanggil Hasan Tiro. Wali lahir di Tiro Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh tepatnya pada tanggal 25 September 1925, atau  87 tahun lalu di Desa Tanjong Bungong, Lameulo atau sekitar 20 km dari Sigli.
Dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro. Hasan merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku Muhammad Hasan. Tengku Pocut inilah cucu perempuan Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro yang menjadi pahlawan nasional Indonesia.
Pada Januari 1965, Hasan Tiro menggagas ide negara Aceh Sumatra Merdeka atau Acheh Sumatera National Liberation Front (ASNLF) dan melahirkan Gerakan Aceh Merdeka sebagai sayap militernya.
Sementara proklamasi yang dilakukan pada 4 Desember 1976 hanyalah kristalisasi dari ide yang sudah disosialkannya sejak 1965. Saat itu, Wali Hasan Tiro ikut keluar-masuk hutan bersama pasukannya pada tahun 1976 untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Perjuangannya itu hanya berlangsung selama tiga tahun. Karena serangan tentara Indonesia yang tak tertahankan, ia mengungsi ke berbagai negara sebelum akhirnya menetap di Stockholm, ibu kota Swedia.
Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, isu "Aceh merdeka" kembali menjadi sorotan dunia. Organisasi yang dipimpinnya muncul ke pentas internasional. Hasan Tiro pernah dan menandatangani deklarasi berdirinya Negara Aceh Sumatra, pada akhir 2002.
Dia juga menandatangani surat perihal GAM yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan pada 25 Januari 1999. Dalam berbagai perundingan damai antara RI dan GAM, restu Hasan Tiro selalu ditunggu.
Pengakuan orang Aceh terhadap Tengku Hasan bukan hanya karena perjuangannya. Dalam tubuhnya mengalir darah biru para pejuang Aceh. Pasca tsunami menghantam Aceh, Hasan Tiro dan pasukannya melunak serta bersedia menandatangani perjanjian damai dengan Indonesia.
Pertimbangannya, ratusan ribu masyarakat Aceh pada saat itu menjadi korban keganasan gelombang gergasi. Aceh berduka. Begitu pula Wali Negara Acheh Sumatera.
Perdamaian antara kedua belah pihak difasilitasi oleh Martti Ahtisaari mantan Presiden Finlandia. Bertempat di Helsinki, organisasi pimpinan Hasan Tiro menandatangani nota perdamaian dengan Indonesia. Setelah bergerilya dan hengkang ke luar negeri selama puluhan tahun, Hasan Tiro kembali ke Aceh, Indonesia.
Rutinitas nya selama di Aceh membuat kondisi kesehatan Wali Nanggroe ini memburuk. Tekanan darahnya juga tidak stabil. Deklarator GAM tersebut dibawa ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Ketua Tim Dokter yang menangani Hasan Tiro, dr Andalas mengatakan tekanan darah orang nomor satu di GAM itu hanya 70 sampai 40. Leukositnya menjadi 20 ribu. Selain terjadi ganguan pada paru-paru, kata Andalas, Hasan Tiro juga punya masalah pada darahnya. Dia juga mengalami infeksi pada jantung. Hasan Tiro telah dirawat di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh selama 13 hari. Ini merupakan sakit terparah yang pernah di alaminya.
Hasan Tiro menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 3 Juni 2010. Padahal, sehari sebelum meninggal Hasan Tiro dianugerahi Warga Negara Indonesia (WNI) oleh pemerintah Indonesia.
 http://atjehpost.com