post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Nasdem Pilih Menyerang dari 'Udara' Golkar Lewat 'Darat'

JAKARTA - Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), memperlihatkan adanya partai politik (parpol) yang melakukan mobilisasi melalui serangan darat dan udara.
CEO SMRC Grace Natalie mengatakan, Golkar unggul dalam mobilisasi darat secara nasional. Mereka juga menyedot swing voter Demokrat di luar Jawa, yang secara tradisional merupakan basis Golkar.
"Proporsi pemilih Demokrat di pedesaan sekarang menurun, dibanding hasil Pemilu 2009. Ini menjelaskan mengapa swing voter Demokrat banyak ke Golkar, karena secara tradisional Golkar kuat di pedesaan, dan mobilitas darat Golkar sekarang banyak langsung di pedesaan," ujar Grace di Hotel Hyatt, Jakarta, Minggu (14/10/2012).
Grace menuturkan, Partai Nasdem dan Gerindra cukup menonjol melalui serangan udara. Kedua parpol ini menarik swing voter Demokrat, yang berlatar belakang kelas menengah.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Majelis Nasional Partai Nasdem, Jeffri Geovanni, sependapat dengan hasil survei SMRC.
"Kami harus melakukan serangan udara," ujarnya.
Jeffri mengatakan, Nasdem menggeber iklan melalui media elektronik di masa prime time. Itu dilakukan untuk menggaet massa yang diperkirakan berjumlah 40 juta orang, dalam satu menit tayangan iklan. Menurut Jeffry, serangan udara lebih murah ketimbang serangan darat.
"Serangan darat enggak akan cukup. Mengapa kami lakukan serangan udara? Karena murah cost-nya," jelas Jeffri.
Sementara, Ketua DPP Partai Golkar Yorries Raweyai mengapresiasi hasil survei. Menurut Yorries, hasil tersebut merupakan cambuk bagi Golkar, yang menargetkan menjadi pemenang Pemilu 2014.
"Sekarang, ke dalam yang harus kami jaga," ucapnya.
Serangan darat juga diakui dilakukan oleh PDI Perjuangan. Politisi PDIP Pramono Anung mengungkapkan, hasil survei SMRC tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh internal partainya. Ini karena pemilih sekarang semakin rasional dan cerdas.
"PDIP memang kemampuan utamanya kerja darat, tapi kami  enggak punya biaya yang cukup banyak, beda dengan Golkar yang punya media, ke mana-mana Pak Ical diikuti melalui televisinya," tutur Pramono.
Pramono mencontohkan apa yang dialami Partai Demokrat, saat SBY elektabilitasnya naik, justru partainya turun karena tersandera kasus hukum, hingga suara jatuh.
"SBY performance-nya 54 persen mengatakan baik, kondisi ekonomi juga mengalami kebaikan, tapi kenapa hukumannya diberikan kepada partai," katanya. 
 http://www.tribunnews.com