Tentara Amerika Serikat yang
ditahan karena membocorkan ribuan dokumen rahasia ke Wikileaks
memperingatkan warga Amerika untuk tidak mau lagi dibohongi
pemerintahnya soal Irak.
Bradley Manning -- yang kini menjadi Chelsea Manning setelah berganti
jenis kelamin -- divonis 35 tahun bui atas tuduhan spionase dan
kejahatan lainnya karena menyerahkan 700.000 dokumen rahasia, termasuk
kawat diplomatik, dan data intelijen militer, untuk situs pembocor
WikiLeaks. Perbuatannya adalah kebocoran rahasia skala terbesar dalam
sejarah AS.
"Aku sadar apa yang kulakukan melanggar hukum. Namun, kekhawatiran yang
memotivasi saya melakukannya belum terselesaikan," tulis dia dalam
editorial New York Times Sabtu lalu, seperti dikutip dari News.com.au,
Senin (16/6/2014).
"Ketika perang saudara meletus di Irak, lagi-lagi AS merenungkan
tindakan intervensi. Urusan yang tak kunjung terselesaikan itu
memberikan urgensi untuk mempertanyakan bagaimana militer AS
dikendalikan liputan media dalam keterlibatan di sana dan Afghanistan."
Presiden Barack Obama mengatakan pekan ini ia "melihat semua opsi" untuk
menghentikan serangan -- yang telah membuat militan hanya berada dalam
jarak 80 km dari batas kota Baghdad. Namun, ia mengenyampingkan
kembalinya pasukan tempur AS.
Kritik tajam diarahkan Partai Republik soal tak berdayanya pasukan
keamanan Irak -- padahal Washington telah menghabiskan uang miliaran
dolar untuk pelatihan dan perlengkapan sebelum AS menarik keluar
pasukannya pada 2011.
Militer Irak terbukti tidak mampu mengusir militan dari kubu di provinsi
Anbar. Jihadis kini bahkan menguasai Mosul. Akibatnya terjadi
ketidakstabilan di negara itu dan kawasan yang lebih luas. Apalagi di
tengah perekonomi global yang pulih, bisa berdampak pada pasar minyak.
Manning mengatakan, ketika militer AS menyebut Pemilu Irak 2010 adalah
bukti keberhasilan mereka menegakkan stabilitas dan demokrasi ke negara
tersebut, "Kami yang ditempatkan di lapangan sadar betul realitasnya
lebih rumit," tulis Manning.
"Laporan militer dan diplomatik yang datang ke meja saya merinci soal
penumpasan brutal terhadap para pembangkang politik oleh Kementerian
Dalam Negeri Irak dan polisi federal, atas nama Perdana Menteri Nuri
Al-Maliki. Para tahanan sering disiksa, atau bahkan dibunuh."
Manning, seorang mantan analis intelijen Angkatan Darat AS, mengatakan
dia "terkejut dengan keterlibatan militer negaranya dalam korupsi
pemilu." Namun rincian tersebut tak diungkap dalam media. Atas nama
rahasia negara.
Sementara itu, mencermati kondisi terakhir, imam Syiah paling dihormati
di Irak, Ayatollah Ali al-Sistani mengimbau rakyat untuk mengangkat
senjata.
Sabtu lalu Presiden Iran Hassan Rouhani juga mengatakan negaranya siap
membantu Irak jika diminta dan akan mempertimbangkan bekerjasama dengan
musuh lamanya, Amerika, guna melawan Jihadis Sunni. Dalam beberapa tahun
ini, Iran telah membina hubungan dekat dengan pemerintahan Syiah di
Irak. (*lip6